08/09/13

Gempita Maba 2 | "Meniti Langkah Baru untuk Masa Depan"

Gempita Maba 2 | "Meniti Langkah Baru untuk Masa Depan"
Gempita Maba, merupakan Kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh FUSI FKIP UNPAR dalam rangka menyambut Mahasiswa Baru Muslim, terutama di tingkat FKIP Universitas Palangka Raya.
DI tahun 2013 ini, Gempita Maba merupakan edisi ke-2 dari tahun sebelumnya, sehingga dinamakan Gempita Maba 2 dengan tema kali ini adalah "Meniti Langkah Baru untuk Masa Depan".
Gempita Maba 2 itu sendiri merupakan rangkaian kegiatan yg terdiri atas dua acara besar, yaitu:

1. Drama Musikal | "Kampus Ku"
Drama Musikal | "Kampus Ku" dilaksanakan pada hari Sabtu, 7 September 2013. Bertempat di Aula Palangka, Universitas Palangka Raya. Dengan Pesertanya adalah seluruh Mahasiswa Baru Muslim FKIP UNPAR.
dalam kegiatan ini tersusun atas 3 bentuk acara, yaitu Drama Musikal, Inspirasi Mahasiswa, dan yangterakhir adalah Talk Show Bukan Mata-Mata. Sehingga sangat menarik bagi Peserta.
Drama Musikal | "Kampus Ku"
Drama Musikal | "Kampus Ku", berkisah tentang Uming dan Nuhing yang merupakan mahasiswa baru di Universitas Palangka Raya, tepatnya di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Pada awal cerita, mereka berdua kebingungan untuk melakukan Registrasi sebagai Mahasiswa Baru UNPAR. Namun, karena kegigihan mereka, mereka bertanya kesana-kemari, dan akhirnya mereka berhasil menyelesaikan Registrasi di Universitas Palangka Raya.
Masa-masa Registrasi


Registrasi selesai, Orientasi Mahasiswa Baru pun dimulai...
Banyak kejadian seru dan menarik yang dialami oleh mereka berdua ketika mengikuti masa-masa Orientasi. Suatu ketika, Uming sempat dimarahi oleh kakak panitia, lantaran mencari gara-gara dengan kakak panitia.
Orientasi Mahasiswa Baru

Masa Orientasi pun berlalu. Uming dan Nuhing memasuki Kampus baru mereka.
akan tetapi, mereka merasa bingung, melihat bermacam-macam karakter orang-orang
yang ada di sekitar mereka. Ada yang suka berhura-hura, mabuk-mabukan, merokok, berjudi, dan lain sebagainya. Uming dan Nuhing heran dengan kelakuan mereka semua.



Namun, datanglah seorang mahasiswa lama yang menghampiri mereka. Dia seorang Mahasiswa yang kuat, murah senyum, dan baik. Ijul namanya. Ijul memperkenalkan diri kepada Uming dan Nuhing. Dan dia menawarkan kepada mereka berdua untuk bersama-sama mengkaji Islam secara menyeluruh, agar mereka tidak seperti orang-orang aneh yang telah mereka lihat tadi.



Sebagai awal mengkaji Islam, Uming dan Nuhing diajak untuk mengikuti kegiatan Gempita Maba 2, agar mereka lebih mengenal lembaga atau organisasi yang mewadahi orang-orang untuk mengkaji ataupun mempelajari Islam secara menyeluruh.
Singkat cerita, mereka pun mau mengikuti kegiatan Gempita Maba 2...
Ending | "Sebiru Hari Ini"
 ***

 kemudian acar dilanjutkan dengan Isnpirasi Mahasiswa yang disampaikan oleh Ust. Hendra,..
Life Is Choice,...
Hidup itu Pilihan,..

Kita sekarang, merupakan hasil dari pilihan kita di masa lalu,..
dan Pilihan kita sekarang, menentukan hasil atau bagaimana diri kita di masa yang akan datang,..
***

Acara diakhiri dengan Talk Show Bukan Mata-Mata,..
Talk Show ini menghadirkan dua orang bintang tamu, yaitu Friduan (Alumni FUSI, pernah menjabat sebagai Majelis Syuro FUSI) dan M. Supriadi (Ketua Umum FUSI Periode 2013-2014),..


Talk Show Bukan Mata-Mata bertujuan untuk mengenalkan lebih jauh tentang FUSI FKIP UNPAR kepada seluruh mahasiswa baru FKIP UNPAR.

***

2. Mega Training B-ILT
Mega Training B-ILT merupakan salah satu rangkaian kegiatan Gempita Maba 2.
dalam hal ini, BKLDK Kalimantan Tengah berperan sebagai Koordinator Kegiatan Mega Training B-ILT. BKLDK menjalin kerjasama dengan FUSI (Fakultas Kehuruan dan Ilmu Pendidikan UNPAR), IMMT (Fakultas Teknik UNPAR), FORKISMA (Fakultas ISOPOL UNPAR), BEM Pertanian UNPAR, dan ILC (STIMIK Palangka Raya) dalam kegiatan ini.


Mega Training B-ILT | "Meledakkan Generasi Dahsyat"
Tema Mega Training B-ILT adalah "Meledakkan Generasi Dahsyat", yang Insyallah akan dilaksanakan pada hari Sabtu, 14 September 2013 dan Minggu, 15 September 2013. Bertempat di Aula Palangka, Universitas Palangka Raya.
BKLDK akan mengadirkan dua orang Pentrainer Nasional, yaitu:
Master Hidayat Arifianto (Presiden Director SLTEC & Trainer Nasional)...
Master  Cahyono (Trainer Nasional)...

23/06/13

Hukum Berpuasa Pada Pertengahan Akhir Sya'ban | Muhammad Shiddiq Al-Jawi






Terdapat ikhtilaf di kalangan ulama dalam hal hukum berpuasa sunnah (tathawwu’) pada pertengahan akhir dari bulan Sya’ban. Ada tiga pendapat. Jumhur ulama membolehkan. Namun ada yang memakruhkan, seperti Imam Ar-Rauyani dari ulama Syafi’iyah; dan ada pula ulama yang mengharamkan, seperti pendapat banyak ulama Syafi’iyah (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, I/249; Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, II/583; Imam Shan’ani, Subulus Salam, II/171; Imam Syaukani, Nailul Authar, Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000, hal. 889).


Menurut pentarjihan kami, wallahu a’lam, berpuasa sunnah pada pertengahan akhir Sya’ban hukumnya adalah haram, kecuali jika seseorang sudah terbiasa melakukan puasa sunnah sebelumnya. Inilah pendapat para ulama Syafi’iyah, seperti Imam Syirazi sebagaimana dalam kitabnya Al-Muhadzdzab Juz I hal. 189.

Dalil keharamannya adalah sabda Nabi SAW : “Jika bulan Sya’ban telah sampai pertengahan, maka janganlah kamu berpuasa hingga datang Ramadhan!” (idzaa [i]ntashofa Sya’baanu falaa tashuumuu hattaa yakuuna ramadhaanu). (HR Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidziy, An-Nasa`i, dan Ibnu Majah; dari Abu Hurairah RA). Hadits ini shahih menurut Ibnu Hibban, dan hasan menurut Imam Suyuthi. (Lihat Imam Shan’ani, Subulus Salam, II/171; Imam Suyuthi, Al-Jami’ush Shaghir, I/21).

Hadits Abu Hurairah itulah yang menjadi dalil keharaman menurut para ulama mazhab Syafi’i. Meski demikian, ada ulama yang menganggap hadits itu lemah (dhaif), seperti Imam Ahmad, rahimahullah, sehingga berpuasa sunnah pada pertengahan akhir Sya’ban tidaklah haram menurut beliau. Karena menurut Imam Ahmad pada hadits itu ada perawi yang lemah, yaitu al-‘Ala` bin Abdurrahman. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in berkata,”Sesungguhnya hadits itu munkar.” (innahu munkar). (1) (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 889). 

Akan tetapi, kami lebih condong kepada pendapat ulama yang menghasankan hadits tersebut. Imam Shan’ani berkata,”Dan dia [Al-‘Ala` bin Abdurrahman] termasuk perawi-perawi hadits Imam Muslim.” (wa huwa min rijaal muslim). Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata dalam kitabnya At-Taqrib,”Sesungguhnya dia [Al-‘Ala` bin Abdurrahman] adalah orang yang jujur meski kadang-kadang berbuat waham (mempunyai persangkaan yang lemah).” (innahu shaduuq wa rubbamaa wahama). (Imam Shan’ani, Subulus Salam, II/171). Maka dari itu, hadits di atas dalam pentarjihan kami adalah hadits hasan, yang dapat dijadikan hujjah (yuhtajju bihi). Imam Suyuthi menghasankan hadits tersebut (Lihat Imam Suyuthi, Al-Jami’ush Shaghir, I/21).

Dengan demikian jelaslah, bahwa dengan dalil hadits tersebut, berpuasa sunnah setelah pertengahan Sya’ban hukumnya adalah haram. Kecuali jika seseorang sudah terbiasa berpuasa sunnah sebelumnya maka hukumnya tidak haram. Imam Shan’ani berkata,”Hadits di atas adalah dalil larangan berpuasa setelah pertengahan Sya’ban. Akan tetapi larangan itu muqayyad (ada dalil lain yang mengecualikannya) yaitu hadits Nabi,”kecuali bertepatan dengan puasa yang sudah biasa dilakukannya” (illa an yuwaafiqa shauman mu’taadan). (Imam Shan’ani, Subulus Salam, II/171).

Sebelum kami akhiri, kami tambahkan satu penjelasan untuk menambah faidah. Yaitu diskusi (munaqasyah) mengenai pendapat ulama yang membolehkan puasa sunnah setelah pertengahan Sya’ban. Mereka berdalil antara lain dengan hadits dari Ummu Salamah RA bahwa Nabi SAW tidak pernah berpuasa satu bulan penuh dalam setahun kecuali pada bulan Sya’ban yang bersambung pada bulan Ramadhan (anna an-nabiyya shallallahu ‘alaihi wa sallama lam yakun yashuumu min as-sanati syahran taamman illaa sya’baana yashilu bihi ramadhaana) (HR. Khamsah). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 879; hadits no.1722).

Kami tidak sepakat dengan pendapat yang membolehkan itu, karena hadits Ummu Salamah ini bertentangan (taa’rudh) dengan hadits Abu Hurairah di atas. Padahal dalam ushul fiqih terdapat kaidah bahwa hadits qauli (ucapan Nabi) lebih diutamakan daripada hadits fi’li (perbuatan Nabi). Hadits Abu Hurairah sebagai hadits qauli (ucapan Nabi) lebih diutamakan daripada hadits Ummu Salamah yang merupakan hadits fi’li (perbuatan Nabi). (Imam Shan’ani, Subulus Salam, II/171).

Sejalan dengan itu, menurut kami, pertentangan (taa’rudh) kedua hadits di atas hakikatnya hanyalah pada lahiriahnya saja. Artinya, masih dimungkinkan melakukan kompromi (jama’) di antara kedua hadits tersebut. Jika bertentangan hadits qauli dengan hadits fi’li pada suatu perbuatan, dalam keadaan tidak diketahui mana dari keduanya yang lebih dulu, maka menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhani, rahimahullah, berarti bahwa hadits qauli itu berlaku untuk umat Islam, sedang hadits fi’li berarti merupakan hukum khusus (khususiyat) bagi Nabi SAW (Lihat Imam Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz III (Ushul Fiqih), pada Bab At-Ta’arudh Bayna Fi’lin An-Nabiy wa Qaulihi, hal. 107-110).

Dengan demikian, kedua hadits tersebut dapat dijama’ dengan menghasilkan satu pemahaman, bahwa kebolehan berpuasa setelah pertengahan Sya’ban adalah merupakan khususiyah Nabi, sedangkan bagi umat Islam, hukumnya adalah haram. Inilah pendapat yang rajih (kuat) menurut kami.

Wallahu a’lam...
Yogyakarta, 30 Agustus 2007
Muhammad Shiddiq Al-Jawi


18/06/13

Zuhud: Kunci Agar Dicintai Allah SWT dan Manusia

Al-Arba’un an-Nawawiyah, Hadis ke-31
وَعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إذَا عَمِلْته أَحَبَّنِي اللهُ، وَأَحَبَّنِي النَّاسُ، فَقَالَ: ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّك اللهُ، وَازْهَدْ فِيمَا عِنْدَ النَّاسِ يُحِبَّك النَّاسُ
Sahal bin Sad ra. berkata: Seorang laki-laki pernah datang kepada Nabi saw. lalu berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkan kepada diriku perbuatan yang jika aku lakukan Allah mencintaiku, demikian pula manusia.” Rasul bersabda, “Zuhudlah di dunia, niscaya Allah mencintai dirimu, dan zuhudlah terhadap apa yang ada pada manusia, niscaya manusia pun mencintai dirimu.”
(HR Ibn Majah, Ibn Hiban, al-Hakim, ath-Thabarani, al-Baihaqi)

H
adis ini diriwayatkan dari jalur Khalid bin Amru al-Qurasyi, dari Sufyan ats-Tsauri dari Abu Hazim, dari Sahal bin Saad. Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak menilai hadis ini sahih. Namun, as-Sakhawi di dalam Maqâshid al-Hasanah dan ash-Shan’ani dalam Subul as-Salâm menyatakan bahwa “Khalid bin Amru al-Qurasyi disepakati untuk ditinggalkan (riwayatnya) dan dia dinisbatkan pada pemalsuan.” Namun, hadis ini juga diriwayatkan dengan jalur lain diantaranya oleh al-Baihaqi dari Abu Qatadah dan Muhammad bin Katsir dari Sufyan ats-Tsauri. Selain itu Abu Nu’aim di dalam Al-Hilyah juga meriwayatkan hadis serupa dari Mujahid dari Anas meski dalam hal ini diperselisihkan apakah Mujahid mendengar hadis ini dari Anas, selain hadisnya dianggap mursal.
Imam an-Nawawi meriwayatkan hadis tersebut dalam Al-Arba’ûn sebagai hadis ke-31. Ia mengatakan, “Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Majah dan yang lainnya dan hadis ini hasan.”
Al-‘Iraqi juga menilai hadis ini hasan.
Hadis ini mengandung dua wasiat Rasul saw. Pertama: zuhud di dunia dan itu menjadi kunci untuk meraih kecintaan Allah. Kedua: zuhud terhadap apa yang ada pada manusia dan itu menjad kunci untuk mendapatkan kecintaan manusia.
Secara bahasa menurut Ibn Duraid dalam Jumhurah al-Lughah, al-Jawhari dalam Ash-Shihâh fi al-Lughah, Ibn Manzhur dalam Lisân al-‘Arab, Abu al-Baqa’ al-Kafwami dalam Kitâb Al-Kulliyât dan Zainuddin ar-Razi dalam Mukhtâr ash-Shihâh, zuhud artinya lawan dari menyukai (khilâf/dhiddu ar-raghbah). Menurut al-Jurjani, zuhud artinya meniggalkan kecenderungan pada sesuatu. Jika dikatakan zahada fî asy-syai’, menurut al-Munawi, artinya minimnya kesukaan terhadap sesuatu itu atau tidak menyukainya. Zuhud juga berarti sesuatu yang kecil yang tidak penting.
Dari semua itu secara bahasa zuhud di dunia artinya tidak atau minim suka pada dunia, tidak cenderung pada dunia dan menganggap dunia sebagai sesuatu yang kecil dan tidak penting. Hasilnya adalah mengambil dunia sedikit saja dan tidak terpaut hati dengan dunia. Di situlah secara istilah Murtadha az-Zubaidi menyatakan, “Guru kami menukil dari beberapa imam: yang paling shawab tentang zuhud adalah mengambil kecukupan minimal dari apa yang diyakini kehalalannya dan meninggalkan yang lebih dari itu karena Allah SWT.”
Mula Ali al-Qari mengartikan zuhud di dunia adalah meninggalkan keinginan terhadap dunia dan qana’ah dengan apa yang diberikan, bersikap tawaduk, tidak takabur dan tidak sombong. Hasilnya adalah meninggalkan pertemanan dengan harta dan kemewahan.
Imam at-Tirmidzi dan Ibn Majah menuturkan dari Abu Idris al-Khaulani (dalam riwayat Ahmad dari Abu Muslim al-Khaulani), “Zuhud di dunia itu bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan menyia-nyiakan harta. Akan tetapi, zuhud di dunia itu hendaknya apa yang ada di tanganmu tidak lebih engkau percayai (jadikan sandaran) daripada apa yang ada di tangan Allah; hendaknya pahala musibah jika sedang menimpa dirimu lebih engkau sukai daripada jika musibah itu tidak ditimpakan kepada dirimu.”
Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari Yunus bin Maysarah yang mengatakan, “Zuhud di dunia itu bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan dengan menyia-nyiakan harta. Akan tetapi, zuhud itu hendaknya apa yang ada di tangan Allah lebih engkau jadikan sandaran daripada apa yang ada di tanganmu; hendaklah kondisimu sedang ditimpa musibah dan ketika tidak ditimpa musibah adalah sama saja bagi dirimu; hendaklah pujian orang yang memuji dan yang mencela dirimu di dalam kebenaran adalah sama juga saja bagi dirimu.”
Jadi, zuhud itu bukan berarti mengasingkan diri meninggalkan dunia; bukan pula tidak mengambil dunia sama sekali atau mengharamkan yang halal dan menyia-nyiakan harta. Zuhud juga tidak identik dengan miskin. Orang kaya maupun miskin bisa menjadi zuhud. Sebab, zuhud adalah tidak terpautnya hati dengan dunia. Dunia tidak ada di dalam hati, tetapi ada di tangan yang kapan saja bisa dikeluarkan.
Bersikap zuhud di dunia artinya mengambil dunia untuk dinikmati sedikit (sekadarnya) saja. Ibarat seorang musafir, ia hanya mengambil dalam kadar yang mencukupi untuk bekal perjalanannya saja, tidak lebih. Itulah yang dipesankan oleh Rasul saw. kepada banyak sahabat. Salman ra. menuturkan:
إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَهِدَ إِلَيْنَا عَهْداً فَتَرَكْنَا مَا عَهِدَ إِلَيْنَا أَنْ يَكُونَ بُلْغَةُ أَحَدِنَا مِنَ الدُّنْيَا كَزَادِ الرَّاكِبِ
Rasulullah saw. berwasiat kepada kami agar kecukupan salah seorang kami dari dunia ini seperti bekal seseorang yang melakukan perjalanan (HR Ahmad).

Bagi orang zuhud, dunia hanyalah laksana tempat singgah dalam perjalanannya menuju akhirat. Dia tidak akan tinggal di situ dan menjadikan dunia sebagai tujuan. Dia hanya sedikit atau sekedarnya saja dari hal-hal duniawi yang diambil untuk dia nikmati. Hal-hal duniawi yang Allah berikan kepada dirinya dia jadikan alat untuk menuju akhirat. Dia menggunakan semua itu untuk mempercepat dan memperbesar peluang agar mendekat ke negeri impian, yaitu surga di akhirat kelak. Karena itu, meski zuhud itu hakikatnya ada di hati, penampakannya bisa terlihat seperti ringan berinfak bahkan tidak hitung-hitungan, tidak cinta dunia, tidak mengejar dunia, mudah melepaskan hal duniawi untuk meraih akhirat dan terutama hidupnya berputar mengikuti poros Islam dan dakwah.
Allâhummarzuqnâ zuhd[an] fî ad-dunyâ. [Yahya Abdurrahman]

Balasan Kebaikan dan Keburukan


(Al-Arba’un an-Nawawiyah, Hadis ke-37)

إِنَّ الله كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ، ثمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا الله لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةَ كَامِلَةَ، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَة، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا الله لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةَ كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بَها فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا الله لَه سَيِّئَةً وَاحِدَةً

Sesungguhnya Allah mencatat kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan. Lalu Allah menjelaskannya. Siapa saja yang yang bermaksud mengerjakan kebaikan dan tidak dia kerjakan, Allah mencatat di sisi-Nya untuk orang itu satu kebaikan yang sempurna.  Jika dia bermaksud mengerjakan kebaikan dan dia kerjakan, Allah mencatat di sisi-Nya untuk orang itu sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kebaikan hingga kelipatan yang sangat banyak.  Sebaliknya siapa saja yang bermaksud mengerjakan keburukan dan tidak dia kerjakan, Allah mencatatkan di sisi-Nya untuk orang itu satu kebaikan yang sempurna.  Jika dia bermaksud mengerjakan keburukan dan dia kerjakan Allah mencatatkan untuk dia satu keburukan.
(HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad).

Sabda Rasul saw.: “InnalLâh kataba al-hasanâti wa as-sayyi’ât. Kata al-hasanât dan as-sayyi’ât menggunakan alil lam ma’rifat sehingga bermakna umum mencakup semua kebaikan dan semua keburukan. Ini menegaskan, semua kebaikan dan keburukan akan dicatat, tidak ada yang luput sedikitpun.
Sabda Rasul, faman hamma bi hasanat[in]…yang dimaksud hamma itu adalah maksud kuat untuk melakukan, tekad dan komitmen, bukan sekadar keinginan atau pikiran yang berkelebatan di dalam benak.  Hal itu dijelaskan dalam sabda beliau saw.:

وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا فَعَلِمَ الله أَنَّهُ قَدْ أَشْعَرَهَا قَلْبَهُ وَحَرَصَ عَلَيْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً

Siapa yang ingin melakukan kebaikan dan tidak ia lakukan maka Allah mengetahui bahwa ia telah membisikkan hatinya dan berkomitmen atasnya maka dituliskan untuknya satu kebaikan…
(HR Ahmad)

Dalam hadis ini Rasul menjelaskan bagaimana bagaimana Allah SWT memperlakukan kebaikan dan keburukan yang dilakukan oleh hamba. Ada empat kondisi terkait hal itu. Pertama: orang yang bermaksud melakukan kebaikan tetapi tidak dia kerjakan. Untuk dia dituliskan satu kebaikan yang sempurna.  Kata kâmilah (sempurna) itu merupakan penegasan atas perhatian Allah atas dirinya sehingga dicatat sebagai satu kebaikan penuh tidak kurang sedikitpun.
Kedua: orang yang bertekad melakukan kebaikan lalu betul-betul ia lakukan, bagi dia dituliskan kebaikan 10 kali lipat sampai 700 kali lipat, dan untuk orang yang dikehendaki Allah akan dilipatgandakan lebih dari itu.  Balasan 10 kebaikan untuk setiap kebaikan yang dilakukan merupakan keniscayaan (Lihat: QS al-An’am [6]: 160).
Kebaikan itu juga bisa mendapat ganjaran lebih dari 10 kali lipat hingga 700 kali lipat (QS al-Baqarah [2]: 261).  Bahkan untuk orang yang dikehendaki, Allah akan melipatgandakan ganjaran kebaikan lebih dari 700 kali lipat, seperti yang dinyatakan dalam hadis di atas, sampai kelipatan yang hanya Allah sendiri yang mengetahuinya (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 245, az-Zumar [39]: 10 dan an-Nisa’ [4]: 40). Pelipatgandaan ganjaran kebaikan lebih dari 10 kali lipat hingga tak terhitung itu bergantung pada sempurnanya keikhlasan ketika melakukannya, tingkat kebaikan keislaman orang yang melakukannya seperti yang dinyatakan dalam riwayat Abu Hurairah, kesempurnaan pelaksanaannya, sejauh mana keutamaan kebaikan itu dalam hati pelakunya, seberapa besar pengorbanannya dan sejauh mana keperluan terhadap kebaikan itu.
Ketiga: orang yang bertekad melakukan keburukan tetapi tidak ia lakukan, bagi dia dituliskan satu kebaikan yang sempurna.  Syaratnya, ia tidak jadi melakukan keburukan itu karena Allah SWT. Rasul bersabda:

يَقُوْلُ اللهُ: إِذَا أَرَادَ عَبْدِيْ أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئةً، فَلاَ تَكْتُبُوْهَا عَلَيْهِ حَتَّى يَعْمَلَهَا، فَإِنْ عَمِلَهَا، فَاكْتُبُوْهَا بِمِثْلِهَا، وَإِنْ تَرَكَهَا مِنْ أَجْلِيْ، فَاكْتُبُوْهَا لَه حَسَنَةً
Allah berfirman, “Jika hamba-Ku ingin melakukan keburukan, maka jangan kalian catat hingga ia melakukannya. Jika ia melakukannya maka catatlah satu semisalnya. Jika ia meninggalkannya karena-Ku maka catatlah untuk dia satu kebaikan (HR al-Bukhari).

Adapun jika orang itu tidak jadi melakukan keburukan karena takut kepada orang, atau karena riya maka ia akan tetap dikenai sanksi.  Sebab, ia mengedepankan takut kepada makhluk daripada takut kepada Allah. Itu adalah haram.  Begitu juga riya adalah haram.

Jika ia tidak melakukannya karena terlewat, tidak sempat, malas atau kesempatannya berlalu, sementara ia tidak pernah mengubah keinginan atau azamnya, ia tetap dihukum.  Begitu pula jika orang tidak melakukan keburukan itu tetapi ia membicarakan keinginannya itu, ia akan dihukum.  Rasul bersabda saw.:

إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِأُمَّتِى عَمَّا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ تَكَلَّمْ بِهِ أَوْ تَعْمَلْبِهِ
Sesungguhnya Allah mengabaikan (tidak menghukum) umatku karena apa yang diniatkan di dalam hatinya selama ia tidak membicarakannya atau melakukannya
 (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai, Ahmad).

Keempat: perbuatan buruk dicatat sebagai satu keburukan. Rasul hanya menyebut hidah, tidak menyebutkan kâmilah, isyarat bahwa keburukan itu tidak dilipatgandakan (QS al-An’am [6]: 160).
Bahkan keburukan itu mungkin terhapus oleh kebaikan yang dikakukan, mungkin juga diampuni oleh Allah sehingga dengan itu dia tidak dihukum karenanya.

WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman]

Amalan-amalan Ahli Surga



(Al-Arba’un an-Nawawiyah, Hadis ke-29)
عَنْ مُعَاذٍ قال: قُلتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَخْبِرْ نِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِيْ مِنَ النَّارِ، قَالَ: لَقَدْ سَأَلْتَ عَنْ عَظِيْمٍ وإنَّهُ لَيَسِيْرٌ عَلَى مَنْ يَسَّرَهُ اللهُ عَلَيْهِ: تَعْبُدُ اللهَ لاَ تُشْرِكُ بهِ شيئاً، وَتُقِيْمُ الصَّلاةَ، وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ، وتَصُوْمُ رَمَضَانَ، وتَحُجُّ البَيْتَ ثمَّ قَالَ: أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ؟ الصَّوْمُ جُنةَّ، وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ، الْخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ، وصَلاَةُ الرَّجُلِ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ، ثمَّ تَلاَ: تَتَجَافَى جُنُوْبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ حَتَّى بَلَغَ: يَعْمَلُوْنَ ثُمَّ قالَ: أَلاَ أُخْبِرُكُ برَأْسِ اْلأمْرِ وعَمُوْدِهِ وذِرْوَةِ سَنَامِهِ؟ قُلْت: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: رَأْسُ اْلأمْرِ اْلإِسْلاَمُ، وعَمُوْدُهُ الصَّلاَةُ، وذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ، ثُمَّ قَالَ أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ؟ قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ، فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ، قَالَ، كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا، قُلْتُ: يَا نَبيَّ اللهِ، وإنَّا لَمُؤَاخَذُوْنَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ؟ فَقَالَ ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ، وهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِيْ النَّارِ عَلَى وُجُوْهِهِمْ، أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلسِنَتِهِم
 Muadz bin Jabal ra. menuturkan: Aku berkata, “Ya Rasulullah, beritahu aku amal yang bisa memasukkan aku ke surga dan menjauhkan aku dari neraka.” Rasul saw. bersabda, “Sungguh engkau bertanya tentang perkara yang agung dan sungguh hal itu mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah: engkau menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan Dia dengan apapun; mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan dan berhaji ke Baitullah.” Kemudian beliau bersabda, “Maukah engkau, aku tunjukkan pintu-pintu kebaikan? Puasa itu adalah perisai dan sedekah itu menghapus kesalahan seperti air memadamkan api dan shalat seseorang di tengah malam.” Kemudian beliau membaca ayat (yang artinya): “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedangkan mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap; mereka pun menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan (TQS as-Sajdah [32]: 16-17). Kemudian beliau bersabda, “Maukah engkau, aku beritahu kepala, pilar dan puncaknya perkara?” Aku katakana, “Tentu, ya Rasulullah.” Beliau bersabda, “Kepala perkara adalah Islam. Pilar-pilarnya adalah shalat. Puncaknya adalah jihad.” Kemudian beliau bersabda, “Maukah engkau, aku beritahu kunci semua perkara itu?” Aku katakan, “Tentu, ya Rasulullah.” Beliau lalu memegang lisan beliau dan bersabda, “Jagalah oleh kamu ini.” Aku katakan, “Ya Nabi Allah, apakah kita akan dituntut (disiksa) karena apa yang kita katakan?” Beliau bersabda, “Semoga kamu selamat! Adakah yang menjerumuskan manusia ke neraka di atas wajah-wajah mereka atau di atas batang hidung mereka kecuali buah ucapan lisan mereka.”
 (HR at-Tirmidzi; ia berkata: hasan-shahih).

Hadis ini juga dikeluarkan oleh Imam Ahmad, an-Nasai dan Ibn Majah. Muadz bin Jabal bertanya tentang amal yang bisa memasukkan dirinya ke dalam surga dan menjauhkan dirinya dari neraka. Hal itu merupakan perkara agung yang berat dan susah untuk dilakukan. Namun, hal itu akan mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah (lihat: QS al-Lail [96]: 5-7). Pemberian kemuda-han oleh Allah itu harus didahului oleh upaya dari manusia. Itulah taufik yang ditegaskan oleh hadis ini hanya datang dari Allah. Karena itu Rasul saw. di antaranya berdoa:
وَاهْدِنِيْ وَيَسِّرْ الْهُدَى لِيْ
Berilah aku petunjuk dan mudahkanlah petunjuk itu untuk diriku (HR Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan al-Bukhari dalam Adab al-Mufrad).

Hadis ini juga menunjukkan bahwa amal itu jadi sebab orang masuk surga. Hal itu seperti yang dinyatakan di dalam al-Quran surat az-Zukhruf [43]: 72. Amal yang memasukkan pelakunya ke dalam surga dan menjauhkan dirinya dari neraka itu adalah menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan Dia dengan apa pun (tauhid), menegakkan shalat, berpuasa Ramadhan, menunaikan zakat dan berhaji ke Baitullah. Itulah rukun Islam dan semuanya adalah amal wajib. Artinya, amal-amal wajib itu bisa menjadi sebab seorang Muslim masuk surga.
Lalu Rasul saw. menunjukkan pintu-pintu kebaikan, maksudnya adalah amalan-amalan sunnah. Sebab, kebaikan setelah amal-amal wajib itu adalah amal-amal sunnah. Pintu-pintu kebaikan itu adalah puasa, sedekah dan shalat malam. Puasa akan menjadi perisai, yaitu tameng yang melindungi pelakunya dari kemaksiatan di dunia dan dari siksa neraka di akhirat. Sedekah bisa menghapus al-khathî’ah (kesalahan), yaitu dosa-dosa kecil. Adapun dosa besar harus disertai degan tobat nashuha. Shalat malam juga menghapus al-khathî’ah. Rasul membaca ayat di atas untuk menunjukkan keutamaan shalat malam. Rasul juga pernah bersabda:
أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْمَكْتُوْبَةِ الصَّلاَةُ فِىْ جَوْفِ اللّيْلِ
Shalat paling utama setelah shalat wajib adalah shalat di tengah malam (HR Muslim, Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai, Ibn Majah, ad-Darimi dan al-Baihaqi)

Berikutnya Rasul saw. memberitahukan kepala, pilar dan puncak perkara (agama Islam). Ra’s al-amri (kepala atau pokok agama) adalah Islam—atau syahadatayn dalam riwayat lainnya. Ungkapan ra’su (kepala) itu menunjuk-kan, Islam (syahadatayn) menjadi pokok yang membuat semua hal (amal) menjadi “hidup” di sisi Allah. Seperti makhuk jika dipotong kepalanya akan mati, begitu juga tanpa syahadatayn (Islam), semua amal akan mati, yaitu tiada berguna, sia-sia, di sisi Allah tidak diterima.
Adapun pilar perkara (agama Islam) itu adalah shalat. Jika shalat tidak ditegakkan, agama ini runtuh, seperti bangunan tanpa pilar. Sementara itu, puncak (dzirwah as-sanâm) dari agama ini adalah jihad. Ini mengindikasikan dua hal. Pertama: jihad adalah salah satu amal yang paling tinggi, tentu setelah keimanan. Kedua: jihadlah yang bisa menjulangkan Islam menjadi yang tertinggi di antara agama-agama dan ideologi di dunia. Jihad menjadi thariqah untuk menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Dengan jihad, halangan fisik yang menghalangi dakwah Islam bisa dihancurkan sehingga Islam bisa masuk dan tersebar di suatu negeri. Dengan jihad pula, perlawanan terhadap penyerang dan penjajah serta pembebasan negeri dan penduduknya dari penjajahan dan perbudakan bisa dilakukan. Karena itu Rasul saw. pernah bersabda:
أَفْضَلُ اْلأَعْمَالِ إِيْمَانٌ بِاللهِ، ثُمَّ جِهَادٌ فِيْ سَبِيْلِ الله
Amal yang paling utama adalah mengimani Allah, kemudian jihad di jalan Allah (HR al-Bukhari dan Muslim).

Selanjutnya Rasul saw. menunjukkan kunci dari semua perkara itu, yaitu menjaga lisan. Artinya, menjaga dan mengontrol lisan merupakan pokok semua kebaikan. Hadis ini menunjukkan, di antara yang paling banyak menjerumuskan manusia ke neraka adalah buah dari lisannya. Rasul saw. juga bersabda:
أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النارَ اَلْأَجْوَفَانِ: اَلْفَمُ وَالْفَرْجُ
Yang paling banyak memasukkan manusia ke neraka adalah dua rongga: mulut dan kemaluan (HR Ahmad dan at-Tirmidzi).

Buah lisan itu maksudnya adalah balasan dan sanksi bagi perkataan yang haram. Manusia itu menanam kebaikan atau keburukan dengan perkataan dan amalnya, kemudian dia akan menuai hasilnya pada Hari Kiamat kelak. Siapa saja yang menanam kebaikan berupa perkataan atau amal, ia akan memanen kemuliaan. Sebaliknya, siapa saja yang menanam keburukan berupa perkataan atau amal, ia akan menuai penyesalan.
Kemaksiatan ucapan itu banyak sekali, mulai yang paling besar berupa syirik dan kafir, dosa besar dan dosa kecil, berbicara tentang Allah tanpa pengetahuan, bersaksi palsu, sihir, qadzaf, berbohong, ghibah, namimah, berkata jorok, dsb. Buah lisan juga bisa memisahkan suami-istri, membuat saudara saling benci, dan adu domba yang membuat masyarakat saling bermusuhan. Lisan pula yang bisa memutarbalikkan yang benar jadi terkesan batil dan yang batil jadi seolah benar, bisa mempercantik keburukan dan kebatilan, bahkan mengajak pada syirik dan kekafiran.
Sebelum berbicara harus benar-benar dipikirkan dan direnungkan bahwa ucapan itu merupakan kebenaran dan kebaikan. Jika ucapan itu sekadar mubah saja, tidak bermanfaat, hendaknya ditinggalkan atau diminimalkan seminimal mungkin sebab jika sibuk dengannya bisa menyia-nyiakan waktu dan itu merupakan kerugian. Apalagi pembicaraan yang jelas merupakan keburukan, maksiat atau dharar dan tidak bermanfaat. Karena itu setiap Muslim harus berusaha semaksimal mungkin untuk mengatur dan mengontrol lisannya.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman]

Hukum Melihat Video Porno





Sebagaimana mengatur tatacara shalat, zakat, puasa, dan haji, demikian teliti dan cermat pula Islam mengatur segala aktivitas manusia lainnya, diantaranya adalah dalam hal pandangan.

Dengan jelas Islam telah mewajibkan kepada kaum mukmin laki-laki dan kaum mukmin perempuan untuk menjaga pandangannya dari hal-hal yang diharamkan oleh Syara’. Allah swt Berfirman, yang artinya: 

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya;... Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya..."
(TQS. Al-Nur [24]: 30-31)

Imam Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan:
“Ini adalah perintah dari Allah swt kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar menundukkan pandangan mereka dari apa-apa yang diharamkan atas mereka”.[1] 
 Tidak ada perbedaan dalam hal ini bahwa yang diharamkan untuk dipandang adalah aurat. Berdasarkan riwayat berikut.

Dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya berkata: Wahai Rasulullah saw, terhadap aurat-aurat kami, apa yang boleh kami lakukan dan apa yang harus kami hindari?
Beliau saw berkata:
“Jagalah auratmu kecuali atas istri dan budak perempuanmu.” (THR. Ahmad bin Hanbal)[2]

Dalam riwayat lain juga dikatakan:
Dari ‘Aisyah ra, Rasulullah saw bersabda:
“… sesungguhnya wanita itu, jika sudah mencapai masa haidh, tidak boleh tampak darinya kecuali ini dan ini.” Beliau menunjuk muka dan dua telapak tangan.
 (THR. Abu Dawud dan Al-Baihaqi)[3]

Dengan demikian melihat aurat orang lain secara langsung adalah haram, kecuali dalam kondisi-kondisi tertentu, misalkan dalam pengobatan, pembuktian, dan lain-lain, dengan catatan sebatas yang diperlukan saja.[4]
Demikian jika yang dilihat adalah aurat langsung. Namun jika yang dilihat bukan aurat secara langsung, melainkan gambar aurat dalam rekaman video yang ditampilkan melalui media layar monitor atau layar LCD misalnya, maka untuk bisa menghukuminya terlebih dahulu harus memahami hukum asal benda dan fakta benda yang akan dihukumi, serta kaitannya dengan melihat aurat yang sudah diketahui hukumnya atau hal-hal terkait lainnya.

Allah swt berfirman:
“Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi ...” (TQS. Al-Hajj [22]: 65)

Berdasarkan ayat di atas (dan ayat-ayat lain yang serupa dengannya) muncullah sebuah kaidah dalam ilmu Ushul Fiqh: al-ashl[u] fî al-asyyâ[i] al-ibâhat[u] hattâ yadulla ad-dalîl[u] ‘alâ tahrîmih[i] (hukum asal benda adalah mubah, hingga ada dalil yang mengharamkannya).[5]



Layar monitor dan yang sejenisnya adalah mubah, karena dia termasuk benda dan tidak ada dalil yang mengharamkannya. maka bisa melihatnya, menyentuhnya, memilikinya, memperjual-belikannya dan lain sebagainya. Pertanyaannya: Apakah dengan demikian berarti melihat aurat itu boleh dengan cara melalui perantaraan media layar monitor atau sejenisnya dengan alasan bahwa layar monitor adalah benda yang mubah untuk dilihat, sebagaimana meja, sepatu, tas dll.?

Memang benar, dalam kasus melihat video porno seseorang tidak menyaksikan aurat secara langsung melainkan melihat benda yang mubah. Namun tidak boleh dilupakan bahwa setiap benda memiliki apa yang dinamakan dengan khâshiyyat (sifat-sifat khusus)[6], yang pada layar monitor adalah kemampuan dalam menampilkan atau memperlihatkan gambar sesuai dengan aslinya.
Rekaman suatu objek pemandangan misalnya, bisa ditampilkan pada layar monitor atau sejenisnya dalam gambar yang sama dengan objek yang direkam. Sinar matahari, burung yang terbang, awan yang berjalan dll, sama persis dengan suasana saat rekaman tersebut diambil. Maka melihat layar monitor dan sejenisnya yang menampilkan rekaman video tertentu serasa seperti melihat keadaan sebenarnya saat rekaman tersebut diambil.

Sebagaimana pula kaca cermin, dengan khâshiyyat-nya yaitu kemampuan memantulkan bayangan, jika diarahkan ke suatu objek tertentu, maka melihat benda berupa cermin tersebut serasa melihat objek sebenarnya yang dipantulkannya. Hanya saja, pada cermin pantulan terlihat terbalik sisi kanan dan kirinya dari objek aslinya.

Rasa seperti melihat keadaan sebenarnya juga bisa dibaca dari ekspresi orang yang melihat video pada layar monitor, misalkan perasaan marah dan sedih saat melihat rekaman video tentang pembantaian saudaranya di Palestina, perasaan takjub dan kagum saat melihat rekaman video tentang kecermatan Allah swt dalam menciptakan alam semesta, atau perasaan bergairah seksual saat melihat rekaman video tentang adegan porno. Jika memang video dengan  gambar di layar monitor tidak ber-khâshiyyat sebagaimana disebutkan di atas, kenapa hal itu bisa menimbulkan pengaruh yang berbeda-beda pada orang yang melihatnya?

Dari fakta khâshiyyat benda di atas, maka melihat adegan porno yang direkam dan dimunculkan di layar monitor memiliki keserupaan dengan melihatnya secara langsung, sebagaimana pula melihat adegan porno dengan perantaraan kaca cermin. Dengan kata lain, benda-benda tersebut bisa menjadi wasilah dalam menyampaikan pesan berupa gambar aurat yang serupa dengan aslinya.

Aurat adalah aib, dan mengetahui aib orang lain dengan sengaja adalah haram, dalam sebuah riwayat dinyatakan:
Dari Mu’awiyah ra. berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya jika engkau mengikuti aib-aib orang lain, maka aib-aib tersebut akan merusak mereka, atau engkau yang akan merusak mereka.” (THR. Ibn Hibban)[7]

Karenanya maka benda-benda tersebut menjadi wasilah bagi tersampaikannya aib orang lain, alias menjadi wasilah bagi terjadinya keharaman. Berlakulah atasnya kaidah: al-wasîlah ilâ al-harâm muharramah (hal yang mengantarkan kepada keharaman adalah haram)[8].

Keharaman diatas tidak bersifat muabbad (selamanya), melainkan bersifat muaqqat (sementara). Maksudnya, layar monitor hanya haram dilihat ketika menampilkan adegan porno, jika menampilkan selain yang diharamkan maka hukumnya sebagaimana awal yaitu mubah. Semata-mata karena dia bisa menjadi wasilah bagi keharaman, yaitu menyampaikan aib orang lain. Ini berlaku bagi seluruh mukallaf, baik laki-laki maupun perempuan, baik yang masih bujang maupun yang sudah berkeluarga.

Ada yang beranggapan bahwa melihat video porno dibolehkan bagi seseorang yang sudah berkeluarga/beristri, karena ada tempat pelampiasan yang halal yaitu pasangannya. Anggapan ini tidak dibenarkan berdasarkan beberapa alasan:

1. Berfantasi dengan melihat gambar aurat orang lain hukumnya haram. Terlebih membayangkan aurat orang lain saat menggauli istri.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “… maka zinanya kedua mata adalah melihat, zinanya kedua telinga adalah mendengarkan, zinanya lisan adalah membicarakan, zinanya tangan adalah menyentuh, zinanya kaki adalah melangkah, sementara hati bernafsu dan berkhayal, dan kemaluan yang membenarkan atau mendustakan.” (THR. Muslim)[9] 

Pengistilahan Rasulullah saw dengan zina untuk perbuatan-perbuatan yang bukan zina sebenarnya[10] menandakan keharaman sekalipun dosanya tidak sebesar dosa zina sebenarnya. Termasuk di dalamnya adalah khayalan/fantasi porno yang dihasilkan dari melihat, mendengar, membicarakan, dan menyentuh hal-hal yang berbau porno atau wasilah lain yang mengantarkan kepadanya. Juga menurut para ulama, berfantasi dengan aurat orang lain saat menggauli istri adalah haram[11].

Adapun riwayat oleh Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah ra: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian terpesona oleh seorang wanita, dan merasuk di hatinya, maka hendaknya ia mendatangi istrinya dan menggaulinya, karena yang demikian itu bisa menghilangkan apa yang terbesit dalam hatinya (tadi)”[12], tidak dimaksudkan agar si laki-laki menggauli sang istri sambil membayangkan wanita yang dijumpainya, karena dipungkasan hadits tersebut dikatakan “karena yang demikian itu bisa menghilangkan apa yang terbesit dalam hatinya”, atau diriwayat At-Tirmidzi dikatakan “karena yang ada pada dirinya (istrinya) seperti apa yang ada pada dirinya (wanita yang dijumpainya).”[13] menandakan persetubuhan dengan istri berfungsi untuk mengalihkan perhatian/pikiran si laki-laki dari wanita yang dijumpainya agar tidak larut dalam fantasi yang diharamkan, tentu itu tidak dilakukan dengan membayangkan wanita tersebut saat berhubungan badan dengan sang istri.

2. Haramnya menceritakan adegan ranjang suami-istri kepada orang lain (baik berupa cerita, tulisan, rekaman suara, atau rekaman video).

Dari Abu Sa’id Al-Khudri, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat ialah seseorang yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, kemudian suami menyebarkan rahasia istrinya.” (THR. Muslim)[14]

Maka haram pula mencari tahu tentangnya. Dengan sengaja melihat video porno, berarti sengaja mencari tahu adegan ranjang orang lain dengan pasangannya. Terlebih jika yang dilihat adalah adegan porno berupa perzinahan (pemerannya bukan suami-istri), maka mengambil manfaat darinya tergolong menyetujui atau ridha terhadap perilaku tersebut.

Kesimpulannya, melihat video porno adalah haram karena diduga kuat akan mengantarkan kepada keharaman, yaitu berupa mengetahui aib orang lain, khayalan mesum, mengetahui persetubuhan orang lain, dimana pasangan halal suami-istri saja tidak boleh menceritakannya. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya wanita itu adalah diantara anak panah Iblis, maka barang siapa melihat seorang perempuan yang elok mempesona kemudian dia menundukkan pandangannya berharap ridha Allah swt, niscaya Allah swt membalasnya dengan kenikmatan dalam beribadah.”
 (THR. Ibn An-Najjar)[15]

Wallâhu A’lam wa Ahkam. [] 

---------------------------------------------------------------

[1] Ibn Katsir, Tafsîr Al-Qu’ân Al-‘Azhîm, vol VI, hlm 41

[2] Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, vol V, hlm 4. Syu’aib Al-Arna’uth: sanadnya Hasan

[3] Abu Dawud, Sunan Abu Dâwud, vol XI, hlm 145. Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubrâ, vol II, hlm 226. Hadits Mursal. Imam Taqyuddin An-Nabhani berkata: Hadits Mursal adalah Hujjah, bisa digunakan untuk berargumentasi. (Lihat Asy-Syakhshiyyah Al-Islâmiyyah, vol I, Bab Hadits Mursal)

[4] Lihat An-Nabhani, An-Nizhâm Al-Ijtima’î, bab An-Nazhr Ilâ Al-Mar’ah (melihat perempuan).

[5] Lihat Imam As-Suyuthi, Al-Asybâh wa An-Nazhâir, vol I, hlm 60. Juga An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islâmiyyah, vol III, hlm 18. Bab Lâ hukm qabl wurûd asy-syar’ (tidak ada hukum sebelum ada ketetapan syara’)

[6] Lihat An-Nabhani, Nizhâm Al-Islâm, hlm 17.

[7] Muhammad Ibn Hibban, Shahîh Ibn Hibbân, vol XIII, hlm 73. Menurut ‘Alauddin Al-Farisi, isnadnya sahih, rijalnya tsiqat.

[8] Imam Asy-Syaukani mengatakan:
“apa-apa yang secara pasti mengantarkan kepada keharaman, maka dia haram bagi kami dan bagi mereka, yaitu bagi pengikut Imam Syafi’i dan pengikut Imam Malik rahimahumallah.” Lihat Irsyâd Al-Fuhûl Ilâ tahqîq Al-Haqq Min ‘Ilm Al-Ushûl, vol II, hlm 196.
Imam An-Nabhani menyepakati dengan sedikit perbedaan, beliau berkata: “Hal-hal yang mengantarkan kepada keharaman adalah haram jika secara dugaan kuat akan mengantarkan kepada keharaman. Jika hanya dikhawatirkan maka tidak sampai haram.”  Lihat Nizhâm Al-Islâm, hlm 92. Dalam perkara syari’at, ghalabatuzhzhann (dugaan kuat) bisa diberlakukan, tidak harus qath’i (pasti) sebagaimana dalam perkara akidah. Semoga yang dimaksud Imam Asy-Syaukani adalah ghalabatuzhzhann, karena berupa prediksi terhadap hal yang belum terjadi.

[9] Shahîh Muslim, hadits nomor 4801.

[10] Zina sebenarnya atau zina dalam arti istilah adalah: menggauli wanita melalui kemaluannya tanpa disertai kepemilikan (ikatan pernikahan/hak) dan ketidakjelasan. (Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah Al-Fuqahâ, hlm 280. Keyword: az-zinâ)

[11] Imam Al-‘Iraqi berkata: “Jika seorang laki-laki menyetubuhi istrinya, sementara dia membayangkan persetubuhan dengan wanita lain yang diharamkan baginya dan beranggapan seolah-olah dia bersetubuh dengan wanita tersebut, maka yang demikian itu adalah haram baginya.” (Al-‘Iraqi, Tharh At-Tatsrîb, vol I, hlm 390)

[12] Lihat Shahîh Muslim, hadits nomor 2492.

[13] Lihat Sunan At-Tirmidzi, vol IV, hlm 384. Nomor hadits 1078.

[14] Shahîh Muslim, hadits nomor 2597.

[15] ‘Alauddin Al-Burhan Fawri, Kanzu Al-‘Ummâl fî Sunan Al-Aqwâl wa Al-Af’âl, vol V, hlm 328.


Sumber:  Azizi Fathoni

17/06/13

SBMPTN 2013

SBMPTN 2013
Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri Tahun 2013

Tujuan SBMPTN
  1. Memberikan Kesempatan kepada seluruh anak bangsa yang mempunyai kemampuan akademik dalam menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.
  2. Memberi peluang kepada calon mahasiswa baru untuk memilih lebih dari satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) lintas wilayah Republik Indonesia.

Persyaratan SBMPTN 2013
  1. Lulusan SMA/SMK/MA/MAK Negeri maupun Swastatahun 2011, 2012, dan 2013.
  2. Lulusan tahun 2011 dan 2012 harus sudah memiliki ijazah SMA/SMK/MA/MAK.
  3. Lulusan 2013 minimal memiliki Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN).
  4. Dalam keadaan sehat, sehingga tidak mengganggu kelancaran pembelajaran di program studi.
Program Studi Ujian
  1. Siswa pelamar yang memilih program studi kelompok ujian Saintek (IPA) dapat memilih 3 (tiga) program studi Saintek, biaya ujian Rp. 175.000,- di Bank Mandiri.
  2. Siswa pelamar yang memilih program studi kelompok ujian Soshum (IPS)  dapat memilih 3 (tiga) program studi Soshum, biaya ujian Rp. 175.000,- di Bank Mandiri.
  3. Siswa pelamar yang memilih program studi kelompok ujian Campuran (IPC) dapat memilih 3 (tiga) program studi Saintek dan Soshum, biaya ujian Rp. 200.000,- di Bank Mandiri.
Jadwal SBMPTN
  1. Pendaftaran                        : 13 Mei 2013 - 07 Juni 2013 (pkl. 22.00 WIB). Siswa pelamar terlebih dahulu membayar biaya ujian di Bank Mandiri Palangka Raya. Kemudian melakukan pendaftaran online ke Laman Web Pendaftaran SBMPTN.
  2. Proses Seleksi                    : 18 Juni - 19 Juni 2013
  3. Pengumuman Hasil Seleksi  :  12 Juli 2013, di Pengumuman SBMPTN.
  4. Pendaftaran Ulang              :  Akan diumumkan kemudian
Laman Resmi SBMPTN 2013:
SBMPTN 2013

Nb:
Kalau ada yang kurang jelas, bisa teman-teman hubungi kami di Facebook,... FUSI FKIP UNPAR
Atau SMS ke no:
0856 5410 9249 (Cowo')
0857 5251 4246 (Cewe')

PENGUMUMAN REGISTRASI SNMPTN Jalur PDSS Tahun 2013

PENGUMUMAN REGISTRASI SNMPTN
Jalur PDSS Tahun 2013

Bagi mahasiswa Baru yang diterima lewat SNMPTN Jalur PDSS Tahun 2013, Wajib Registrasi/Pendaftaran Ulang pada BAAKPSI Universitas Palangka Raya.

Pendaftaran Ulang yang Lulus Seleksi dilaksanakan pada tanggal 18-19 Juni 2013. Bila pada waktu yang sudah ditentukan tidak melakukan pendaftaran ulang, dianggap menfgundurkan diri. Waktu pendaftaran pukul 08.00-12.00 WIB.
Syaratdan Alur Registrasi Pada BAAKPSI:
Loket 3:   Menyerahkan/Mengisi:
a.       Menyerahkan Kartu Peserta SNMPTN Jalur PDSS yang asli.
b.      Menyerahkan Bukti Kelulusan SNMPTN Jalur PDSS yang dicetak dari online.
c.       Menyerahkan Daftar Penghasilan Orang Tua/Wali; (PNS/Karyawan Swasta dari Instansi Terkait, Buruh/Pedagang/Nelayan/Petani dll dari Kepdes/RT), yang dibubuhi cap terkait.
d.      Surat Keterangan Lulus UAN dari Sekolah.
e.      Mengisi Blanko Data Induk Mahasiswa (DIM).
f.        Pas Photo 2x3 sebanyak 2 lembar.
g.       Berkas dimasukkan dalam Map Plastik (Business File) dengan Warna:
1.       Fakultas Ekonomi warna Kuning
2.       Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan warna Biru
3.       Fakultas Pertanian warna Hijau
4.       Fakultas Teknik warna Kuning
5.       Fakultas Hukum warna Kuning
6.       Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik warna
7.       Prodi Pendidikan Dokter warna Putih
8.       Program Pascasarjana Map Batik
(semua Map Harus ditulis dengan spidol permanen Nama, Prodi, Fakultas, Tahun Angkatan)
h.      1 (satu) Minggu kemudian  menanyakan KTM di Loket 3
i.         Menuju ke Loket 4
Loket 4:   Mengambil Kwitansi Pembayaran SPP sesuai dengan kelompok. Selanjutnya Bayar Ke BANK BRI. Selanjut Ke Loket 1.
Loket 1:   Mengambil Kartu Registrasi, KRS, Buku Panduan Universitas, selanjutnya ke loket Loket 3 untuk mendapatkan NIM.
Demikian pengumuman ini disampaikan atas perhatiannya diucakan terima kasih.
Palangka Raya, 28 Mei 2013
Pembantu Rektor I,
Prof. Drs. Kumpiady Widen, M.A, Ph.D
NIP. 19590311 198203 1 002
Tembusan Yth. :
Rektor Universitas Palangka Raya (sebagai laporan)
Nb:
Kalau ada yang kurang jelas, bisa teman-teman hubungi kami di Facebook,... FUSI FKIP UNPAR
Atau SMS ke no:
0856 5410 9249 (Cowo')
0857 5251 4246 (Cewe')

15/06/13

Tanya Jawab: Alasan Pacaran

"emang pacaran dalam Islam nggak boleh ya?"
Iya, Rasul melarang segala jenis khalwat (berdua-duaan) yg bukan mahram, termasuk pacaran

"walaupun beda negara? LDR gitu"
Mau beda negara, mau beda alam, mau beda dunia, mau LDR mau tetangga, tetep aja haram

"kan pacarannya nggak ngapa-ngapain?"
Nggak ngapa-ngapain aja dapet dosa, rugi kan? mendingan nggak usahlah

"tapi kan kita punya perasaan"
So? punya perasaan nggak buat kamu boleh melanggar hukum Allah yang kasi kamu perasaan


"kalo pacarannya bikin positif?"
Positif hamil maksudnya?...

"hehe.. jangan suudzann, maksudnya bersamanya bikin rajin shalat geto"
Shalatmu untuk Allah atau untuk pacar? pernah denger ikhlas?

"nggak, maksudnya kita, dia kan ber-amar ma'ruf.."
Halah, dusta, mana ada kema'rufan dalam membangkang aturan Allah :)

"kalo orangtua udah restui?"
Mau orangtua restui, mau orangutan, tetep aja pacaran maksiat

"katanya ridha Allah bersama ridha ortu?"
Wkwk.. ngawur, dalam taat pada Allah iya, dalam maksiat? masak ortu lebih tau dari Allah?

"jadi nggak boleh nih? kl dikit aja gimana?"
eee.. nawar, emang ini toko besi kulakan?

"terus solusinya gimana? kan Allah ciptakan rasa cinta?"
Nikah, itu solusi dan baru namanya serius

"yaa.. saya kan masih belum cukup umur"
Sudah tau belum niat nikah, kenapa malah mulai pacaran?

"pacaran kan enak, nikmat"
Iya, nikmat bagi lelaki, bagimu penyesalan penuh airmata nanti

"pacar saya udah bilang dia serius sih, 6 tahun lagi baru dia lamar saya"
Itu mah nggak serius, sama aja teken kontrak untuk sengsara....

"pacar sy bilang nunggu sampe punya rumah baru lamar"
Itu agen properti atau calon suami? nggak serius banget

"pacar sy bilang nikahnya nanti kalo udah cukup duit"
Alasan klise, itulah yg cowok katakan untuk tunjukkin betapa nggak komit dia

"pacar sy bilang mau nikah tapi tunggu saudaranya nikah dulu"
Ya tunda aja hubungannya sampe saudaranya nikah

"pacar sy bilang dia siap, tapi nunggu lulus"
Alasan yang paling menunjukkan ketidakseriusan, nggak siap tu namanya

"pacar sy siap ketemu ortu sy sekarang juga, tapi sy yg belum siap"
Cape deeh (=_=);

"ya udah, kakak-adik aja ya?"
Wkwk.. maksa banget sih mau maksiat? giliran suruh shalat aja banyak alasan

"terus yang serius itu yang gimana?"
Yang berani datangi wali-mu, dan dapet restu wali-mu dan menikahimu segera

"iya, sy udah putusin pacar, dia mau bunuh diri katanya"
Tuh, tau kan mental lelaki pacaran, suruh nguras laut aja lelaki begitu

Hal terserius yang bisa dilakukan yg belum siap adalah memantaskan diri,
Bukan justru mengobral diri...

Pahami agama, kaji Islam, perjuangkan Islam sebagai persiapan, itu baru serius,
Agar pantas dirimu jadi pasangan dan ortu yg baik...

Cinta ada masanya, pantaskan diri untuknya,
Bukan dengan pacaran, baku syahwat pake badan...

Kalo siap walau nikahnya harus besok, barulah ta'aruf
Karena ta'aruf bukan mainan bagi yg belum siap

Jadi serius bagi yg sudah siap adlah dengan nikah
Sementara serius bagi yg belum siap adl mendekat dan taat pada Allah
Kiler?!

Felix Y. Siaw : Udah Putusin Aja !

14/06/13

Kisah Isra' dan Mi'raj

 
"Maha Suci Allah"

Di antara hadits shahih yang menyebutkan kisah ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya , dari sahabat Anas bin Malik :Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :


“ Didatangkan kepadaku Buraaq – yaitu yaitu hewan putih yang panjang, lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari baghal, dia meletakkan telapak kakinya di ujung pandangannya (maksudnya langkahnya sejauh pandangannya). Maka sayapun menungganginya sampai tiba di Baitul Maqdis, lalu saya mengikatnya di tempat yang digunakan untuk mengikat tunggangan para Nabi. Kemudian saya masuk ke masjid dan shalat 2 rakaat kemudian keluar . Kemudian datang kepadaku Jibril  ‘alaihis salaam dengan membawa bejana berisi  khamar dan bejana berisi air susu. Aku memilih bejana yang berisi air susu.
Jibril kemudian berkata : “ Engkau telah memilih (yang sesuai) fitrah”


Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit (pertama) dan Jibril meminta dibukakan pintu,
maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?”
Dia menjawab:“Jibril”.
Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” 
Dia menjawab:“Muhammad”
Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?”
Dia menjawab:“Dia telah diutus”.
Maka dibukakan bagi kami (pintu langit) dan saya bertemu dengan Adam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian kami naik ke langit kedua,
lalu Jibril ‘alaihis salaam  meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?”
Dia menjawab: “Jibril”.
Dikatakan lagi:“Siapa yang bersamamu?”
Dia menjawab:“Muhammad”
Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?”
Dia menjawab:“Dia telah diutus”.
Maka dibukakan bagi kami (pintu langit kedua) dan saya bertemu dengan Nabi ‘Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakariya shallawatullahi ‘alaihimaa, Beliau berdua menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.


 Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit ketiga dan Jibril meminta dibukakan pintu,
maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?”
Dia menjawab:“Jibril”.
Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?”
Dia menjawab:“Muhammad”
Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?”
Dia menjawab:“Dia telah diutus”.
Maka dibukakan bagi kami (pintu langit ketiga) dan saya bertemu dengan Yusuf ‘alaihis salaam yang beliau telah diberi separuh dari kebagusan(wajah). Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.
Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit keempat dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?”
Dia menjawab:“Jibril”.
Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?”
Dia menjawab: “Muhammad”
Dikatakan: “Apakah dia telah diutus?”
Dia menjawab: “Dia telah diutus”.
Maka dibukakan bagi kami (pintu langit ketiga) dan saya bertemu dengan  Idris alaihis salaam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.
Allah berfirman yang artinya :
“Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (Maryam:57)
Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit kelima dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?”
Dia menjawab:“Jibril”.
Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?”
Dia menjawab:“Muhammad”
Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?”
Dia menjawab:“Dia telah diutus”.
Maka dibukakan bagi kami (pintu langit kelima) dan saya bertemu dengan  Harun ‘alaihis salaam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. 


Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit keenam dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya): “Siapa engkau?”
Dia menjawab:“Jibril”.
Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?”
Dia menjawab: “Muhammad”
Dikatakan: “Apakah dia telah diutus?”
Dia menjawab:“Dia telah diutus”.
Maka dibukakan bagi kami (pintu langit) dan saya bertemu dengan Musa. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit ketujuh dan Jibril meminta dibukakan pintu,
maka dikatakan (kepadanya): “Siapa engkau?” Dia menjawab: “Jibril”.
 Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?”
Dia menjawab, “Muhammad”
Dikatakan, “Apakah dia telah diutus?”
Dia menjawab, “Dia telah diutus”.
Maka dibukakan bagi kami (pintu langit ketujuh) dan saya bertemu dengan Ibrahim. Beliau sedang menyandarkan punggunya ke Baitul Ma’muur. Setiap hari masuk ke Baitul Ma’muur tujuh puluh ribu malaikat yang tidak kembali lagi. Kemudian Ibrahim pergi bersamaku ke Sidratul Muntaha.
Ternyata daun-daunnya seperti telinga-telinga gajah dan buahnya seperti tempayan besar.
Tatkala dia diliputi oleh perintah Allah, diapun berubah sehingga tidak ada seorangpun dari makhluk Allah yang sanggup mengambarkan keindahannya.
Lalu Allah mewahyukan kepadaku apa yang Dia wahyukan.
Allah mewajibkan kepadaku 50 shalat sehari semalam. Kemudian saya turun menemui Musa ’alaihis salam. 
Lalu dia bertanya: “Apa yang diwajibkan Tuhanmu atas ummatmu?”.
Saya menjawab: “50 shalat”.
Dia berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan, karena sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu mengerjakannya. Sesungguhnya saya telah menguji dan mencoba Bani Isra`il”.
Beliau bersabda :"Maka sayapun kembali kepada Tuhanku seraya berkata: “Wahai Tuhanku, ringankanlah untuk ummatku”. Maka dikurangi dariku 5 shalat.


Kemudian saya kembali kepada Musa dan berkata: “Allah mengurangi untukku 5 shalat”.
Dia berkata:“Sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu mengerjakannya, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan”.
Maka terus menerus saya pulang balik antara Tuhanku Tabaraka wa Ta’ala dan Musa ‘alaihis salaam, sampai pada akhirnya Allah berfirman:
“Wahai Muhammad, sesungguhnya ini adalah 5 shalat sehari semalam, setiap shalat (pahalanya) 10, maka semuanya 50 shalat. Barangsiapa yang meniatkan kejelekan lalu dia tidak mengerjakannya, maka tidak ditulis (dosa baginya) sedikitpun. Jika dia mengerjakannya, maka ditulis(baginya) satu kejelekan."
Kemudian saya turun sampai saya bertemu dengan Musa’alaihis salaam seraya aku ceritakan hal ini kepadanya. Dia berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan”,
maka sayapun berkata:
“Sungguh saya telah kembali kepada Tuhanku sampai sayapun malu kepada-Nya”.
(H.R Muslim 162).

Wallahua’lam bish shawab
 Sumber: muslim.or.id
 
back to top